Pengertian Shalat
Secara bahasa, shalat itu bermakna doa. Shalat
dengan makna doa dicontohkan di dalam Al-Quran Al-Kariem pada ayat berikut ini.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ
بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan shalatlah (mendo'alah) untuk mereka.
Sesungguhnya shalat (do'a) kamu itu merupakan ketenteraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. At-Taubah : 103)
Dalam ayat ini, shalat yang dimaksud sama
sekali bukan dalam makna syariat, melainkan dalam makna bahasanya secara asli
yaitu berdoa.
Adapun makna menurut syariah, shalat didefinisikan sebagai : “serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam sebagai sebuah ibadah ritual”.
Syarat-syarat Shalat
Syarat shalat adalah hal yang harus terpenuhi
untuk sahnya sebuah ibadah shalat. Syarat ini harus ada sebelum ibadah
shalat dilakukan. Bila salah satu dari syarat ini tidak terdapat, maka shalat
itu menjadi tidak sah hukumnya.
Syarat shalat itu ada dua macam. Pertama,
syarat wajib. Yaitu syarat yang bila terpenuhi, maka seseorang diwajibkan untuk
melakukan shalat. Kedua, syarat sah. Yaitu syarat yang harus terpenuhi
agar ibadah shalat itu menjadi sah hukumnya.
A. Syarat Wajib
Bila
semua syarat wajib terpenuhi, maka wajiblah bagi seseorang yang telah memenuhi
syarat wajib untuk melakukan ibadah shalat. Sebaliknya, bila salah satu dari
syarat wajib itu tidak terpenuhi, maka dia belum diwajibkan untuk melakukan
shalat.
Adapun
yang termasuk dalam syarat wajib shalat adalah hal-hal berikut ini.
1. Beragama Islam
2. Baligh
3. Berakal
B. Syarat Sah Shalat
Sebagaimana dijelaskan di atas, syarat sah
shalat adalah hal-hal yang harus terpenuhi sebelum seseorang mengerjakan shalat
agar shalatnya menjadi sah hukumnya. Diantaranya adalah :
1. Mengetahui Bahwa Waktu Shalat Sudah Masuk
Bila seseorang melakukan shalat tanpa pernah
tahu apakah waktunya sudah masuk atau belum, maka shalatnya itu tidak memenuhi
syarat. Sebab mengetahui dengan pasti bahwa waktu shalat sudah masuk adalah
bagian dari syarat sah shalat.
Bahkan meski pun ternyata sudah masuk waktunya,
namun shalatnya itu tidak sah lantara pada saat shalat dia tidak tahu
apakah sudah masuk waktunya atau belum.
Tidak ada bedanya, apakah seseorang mengetahui
masuknya shalat dengan yakin atau sekedar berijtihad dengan dasar yang kuat dan
bisa diterima.
Dasar
keharusan adanya syarat ini adalah firman Allah SWT :
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"...Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. An-Nisa : 103)
2. Suci dari Hadats Besar dan Kecil
Hadats besar adalah haidh, nifas dan janabah.
Dan untuk mengangkat / menghilangkan hadats besar harus dengan mandi janabah.
Sedangkan hadats kecil adalah kondisi dimana seseorang tidak punya wudhu atau
batal dari wudhu`nya. Dan untuk mengangkat hadats kecil ini bisa dilakukan
dengan wudhu` atau bertayammum. Allah SWT berfirman :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ
فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا
بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا
فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ
مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا
صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ
اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ
لِيُطَهِّرَكُمْوَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ
عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah
kepalamu dan kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik ; sapulah mukamu dan tanganmu dengan
tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan
kamu dan menyempurnakan ni'mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.. (QS.
Al-Maidah : 6)
Selain
itu ada hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berikut ini :
عَنِ ابنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ الله r قاَلَ : لاَ
يَقْبَلُ الله صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,"Allah tidak menerima shalat tanpa
thaharah".(HR. Jamaah kecuali Bukhari)
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُول
الله r قَال : لاَ
يَقْبَلُ الله صَلاَة امرِءٍ مُحْدِثٍ حَتَّى يَتَوَضَأ
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Allah tidak menerima shalat seorang kamu bila berhadats sampai
dia berwudhu`"(HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Tirmizy).
3. Suci Badan, Pakaian dan Tempat Shalat Dari
Najis
Tidak sah seseorang shalat dalam keadaan
badannya terkena najis, atau pakaiannya atau tempat shalatnya. Sebelum
berwudhu, wajiblah atasnya untuk menghilangkan najis dan mencucinya hingga
suci. Setelah barulah berwudhu` untuk mengangkat hadats dan mulai shalat. Dalil
keharusan Sucinya badan dari najis adalah
"Bila kamu mendapat
haidh, maka tinggalkanlah shalat. Dan bila telah usai haidh, maka cucilah darah
dan shalatlah".(HR. Bukhari dan Muslim)
§ Dalil keharusan sucinya pakaian dari najis
adalah firman Allah SWT :
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
"Dan
pakaianmu, bersihkanlah".(QS. Al-Muddatstsir : 4)
Ibnu
Sirin mengatakan bahwa makna ayat ini adalah perintah untuk mencuci pakaian dengan
air.
§ Dalil keharusan sucinya tempat shalat dari
najis
Hadits
yang menceritakan seorang arab badawi yang kencing di dalam masjid. Oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk menyiraminya
dengan seember air.
"Siramilah
pada bekas kencingnya dengan seember air".(HR. )
4. Menutup Aurat
Tidak sah seseorang melakukan shalat
bila auratnya terbuka, meski pun dia shalat sendirian jauh dari penglihatan
orang lain. Atau shalat di tempat yang gelap tidak ada sinar sedikitpun.
Dalil atas kewajiban menutup aurat pada saat
melakukan shalat adalah firman Allah SWT berikut ini :
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap mesjid ,
makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.".(QS. Al-A`raf : 31)
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata
bahwa yang dimaksud dengan perhiasan dalam ayat ini maksudnya adalah pakaian
yang menutup aurat.
Selain
itu ada hadits nabi yang menegaskan kewajiban wanita memakai khimar pada saat
shalat.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ r قَالَ لاَ
يَقْبَلُ الله صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِخِمَارٍ رواه الخمسة إلا النسائي
Dari Aisah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,"Tidak sah shalat seorang wanita yang sudah mendapat
haidh kecuali dengan memakai khimar.(HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasai).
Khimar
adalah kerudung yang menutup kepala seorang wanita.
Dari Aisah radhiyallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,"Wahai Asma`,
bila seorang wanita sudah mendapat haidh maka dia tidak boleh terlihat kecuali
ini dan ini". Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menunjuk kepada
wajah dan kedua tapak tangannya. (HR. Abu Daud - hadits mursal).
Kewajiban menutup aurat ini berlaku bagi setiap
wanita yang sudah haidh baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Kecuali di
dalam rumahnya yang terlinding dari penglihatan laki-laki yang bukan mahramnya.
5. Menghadap ke Kiblat
Tidak sah sebuah ibadah shalat manakala
tidak dilakukan dengan menghadap ke kiblat. Dalilnya adalah firman Allah SWT :
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلا يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ
وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
"Dan dari mana saja kamu, maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke
arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang
zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku . Dan agar Ku-sempurnakan ni'mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk.(QS. Al-Baqarah : 150)
Pengecualian
Namun
syarat harus menghadap ke kiblat ini tidak mutlak, karena masih ada beberapa
pengecualian karena ada alasan yang memang tidak mungkin dihindari, misalnya shalat
khauf, shalat nafilah, dalam keadaan sakit dan Keharusan
Berijtihad.
Rukun-rukun Shalat
Rukun adalah pondasi atau tiang pada suatu
banguna. Bila salah satu rukunnya rusak atau tidak ada, maka bangunan itu akan
roboh. Bila salah satu rukun shalat tidak dilakukan atau tidak sah
dilakukan, maka keseluruhan rangkaian ibadah shalat itu pun menjadi tidak sah
juga.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa rukun
adalah perbuatan yang hukumnya wajib dilakukan dan menjadi bagian utuh dari
rangkaian ibadah. Sedangkan syarat adalah gerakan ibadah yang wajib dilakukan
namun bukan bagian dari rangkaian gerakan ibadah.
A. Perbedaan Ulama Dalam Menentukan Rukun
Shalat
Para ulama mazhab yang paling masyhur
berbeda-beda pendapatnya ketika menetapkan mana yang menjadi bagian dari rukun
shalat.
Kalangan mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa
jumlah rukun shalat hanya ada 6 saja. Sedangkan Al-Malikiyah menyebutkan bahwa
rukun shalat ada 14 perkara. As-Syafi`iyah menyebutkan 13 rukun shalat dan
Al-Hanabilah menyebutkan 14 rukun.
Untuk lebih jelasnya silahkan perhatikan tabel
berikut ini yang kami buat berdasarkan kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu
karya Dr. WAhbah Az-Zuhaily.
Table Perbandingan Rukun Shalat Antar Mazhab
No
|
Gerakan / Bacaan
|
Hanafi
|
Malik
|
Syafi`i
|
Hambali
|
1.
|
Niat
|
x
|
rukun
|
rukun
|
x
|
2.
|
Takbiratul-ihram
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
3.
|
Berdiri
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
4.
|
Membaca
Al-Fatihah
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
5.
|
Ruku`
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
6.
|
I`tidal (bangun dari ruku`)
|
x
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
7.
|
Sujud
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
8.
|
Duduk
Antara Dua Sujud
|
x
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
9.
|
Duduk
Tasyahhud Akhir
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
10.
|
Membaca
Tasyahhud Akhir
|
x
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
11.
|
Membaca
Shalawat Atas Nabi
|
x
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
12.
|
Salam
|
x
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
13.
|
Tertib
|
x
|
rukun
|
rukun
|
rukun
|
14.
|
Tuma`ninah
|
x
|
rukun
|
x
|
rukun
|
Dalil-dalil Pensyariatan Shalat
Shalat diwajibkan dengan dalil yang qath`i
dari Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma’ umat Islam sepanjang zaman. Tidak ada yang
menolak kewajiban shalat kecuali orang-orang kafir atau zindiq.
Sebab semua dalil yang ada menunjukkan kewajiban shalat secara
mutlak untuk semua orang yang mengaku beragama Islam yang sudah akil baligh.
Bahkan anak kecil sekalipun diperintahkan untuk melakukan shalat ketika berusia
7 tahun. Dan boleh dipukul bila masih tidak mau shalat usia 10 tahun, meski
belum baligh.
1. Dalil dari Al-Quran
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kareim
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
"...Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam agama yang lurus , dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus."(QS. Al-Bayyinah : 5)
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ
سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا
عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَءَاتُوا
الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ
النَّصِيرُ
"Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu , dan dalam ini, supaya
Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah shalat dan berpeganglah kamu pada tali
Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan
sebaik-baik Penolong." (QS. Al-Hajj : 78)
إِنَّ الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
"...Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman." (QS. An-Nisa : 103)
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ
الرَّاكِعِينَ
"Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah
zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku".(QS. Al-Baqarah : 43)
Dan masih banyak lagi perintah di dalam kitabullah
yang mewajibkan umat Islam melalukan shalat. Paling tidak tercatat ada 12
perintah dalam Al-Quran lafaz “aqiimush-shalata” (أقيموا الصلاة) yang
bermakna "dirikanlah shalat" dengan fi`il Amr (kata perintah)
dengan perintah kepada orang banyak (khithabul jam`i). Yaitu pada surat
:
§ Al-Baqarah ayat 43, 83 dan110
§ Surat An-Nisa ayat 177 dan 103
§ Surat Al-An`am ayat 72
§ Surat Yunus ayat 87
§ Surat Al-Hajj : 78
§ Surat An-Nuur ayat 56
§ Surat Luqman ayat 31
§ Surat Al-Mujadalah ayat 13
§ Surat Al-Muzzammil ayat 20.
Ada 5
perintah shalat dengan lafaz "aqimish-shalata" (أقم الصلاة)
yang bermakna "dirikanlah shalat" dengan khithab hanya kepada
satu orang. Yaitu pada :
§ Surat Huud ayat 114
§ Surat Al-Isra` ayat 78
§ Surat Thaha ayat 14
§ Surat Al-Ankabut ayat 45
§ Surat Luqman ayat 17.
2. Dalil dari As-Sunnah
Di dalam sunnah Raulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, ada banyak sekali perintah shalat sebagai dalil yang kuat
dan qath`i tentang kewajiban shalat. Diantaranya adalah hadits-hadits
berikut ini :
عَنْ أَبِي عَبْدِالرَّحْمَنَ عَبْدِالله بْنِ عُمَرَ بْنِ
الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : سمَِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ rيَقُوْلُ : بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى
خمَسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ
اللهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وِإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَحَجِّ البَيْتِ ،
وَصَوْمِ رَمَضَانَ رواه البخاري و مسلم
Dari Ibni Umar radhiyallahu
‘anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Islam didirikan di atas lima hal. Sahadat bahwa tiada tuhan
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, penegakan shalat,
pelaksanaan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan haji ke Baitullah bila
mampu". (HR. Bukhari dan Muslim)
Sunnah-sunnah Shalat
1. Mengangkat kedua tangan saat takbiratul
Ihram
2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri
3. Melihat ke tempat sujud
4. Doa istiftah (doa tsana`)
5. Mengucapkan Amin
6. Merenggangkan kedua tumit
7. Membaca sebagian surat Quran setelah membaca
Al-Fatihah
8. Takbir ketika ruku`, sujud, bangun dari sujud dan berdiri dari sujud.
9. Meletakkan kedua lutut lalu kedua tangan
kemudian wajah ketika turun sujud dan sebaliknya
10. berdo’a dalam sujud
11. Doa saat duduk di antara dua sujud
12. Bertasyahhud awal
13. Meletakkan kedua tangan di atas kedua paha.
14. Shalawat kepada nabi pada tasyahhud
akhir
15. Doa sesuadah shalawat pada tasyahhud
akhir
16.
Menoleh ke kanan dan ke kiri saat mengucap dua salam
19. Khusyu`, tadabbur dalam bacaan shalat dan
zikir
Hal-hal Yang Membatalkan Shalat
Di antara ha-hal yang membatalkan shalat
sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut :
1. Berbicara
Dari Zaid bin Al-Arqam radhiyallahu ‘anhu berkata,"Dahulu
kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di
dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah
firman Allah SWT "Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa .
Berdirilah untuk Allah dengan khusyu". Maka kami diperintahkan untuk diam
dan dilarang berbicara dalam shalat". (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah)
2. Makan dan Minum
3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus
Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan
berulang-ulang terus. Mazhab As-syafi'i memberikan batasan sampai tiga kali
gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.
Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung
membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat sambil mengendong
Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya. Bila beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya
lagi". (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintah orang yang sedang shalat
untuk membunuh ular dan kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga
pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk
yang membatalkan shalat.
4. Tidak Menghadap Kiblat
Bila seserang di dalam shalatnya melakukan
gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat, maka
shalatnya itu batal dengan sendirinya.
Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada
orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan As-Syafi'iyah dan Al-Hanafiyah.
Sedangkan menurut Al-Malikiyah, bergesernya seseorang dari menghadap kiblat
ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Al-Hanabilah, ditentukan dari seluruh
tubuhnya.
Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap
kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu
mengarah.
Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah,
adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukannya.
Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas kendaraan yang
arahnya tidak menghadap kiblat.
5. Terbuka Aurat Secara Sengaja
Bila seseorang yang sedang melakukan shalat
tiba-tiba terbuka auratnya, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Maksudnya
bila terbuka dalam waktu yang lama. Sedangkan bila hanya terbuka sekilas dan
langsung ditutup lagi, para ulama mengatakan tidak batal menurut As-Syafi'iyah
dan Al-Hanabilah.
Namun Al-Malikiyah mengatakan secepat apapun
ditutupnya, kalau sempat terbuka, maka shalat itu sudah batal dengan
sendirinya.
Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan
sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal ini adalah bila dilihat dari
samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang.
Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan
terlihat auratnya. Namun hal ini tidak berlaku.
6. Mengalami Hadts Kecil atau Besar
Bila seseorang mengalami hadats besar atau
kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.
Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa
ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah
membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada kepastian telah
mendapat hadats.
7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian
atau Tempat Shalat
Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda
najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan
patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya. Adapun tempat
shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung
dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.
Demikian juga bila ada najis yang keluar dari
tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya,
maka shalatnya batal.
Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis
yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran, maka hal itu tidak membatalkan
shalat.
8. Tertawa
Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah
shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara. Adapun
bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal puasanya.
9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal
Orang yang sedang melakukan shalat, lalu
tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga bila mengalami kematian.
Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat, maka
shalatnya juga batal.
10. Berubah Niat
Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba
terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya
telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang
membatalkan shalatnya.
11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat
Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak
dikerjakan, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya,
seseorang lupa tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku', maka
shalatnya menjadi batal.
Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang
sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang
yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk,
dibolehkan langsung ikut ruku' bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.
Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam
dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah
menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak
membacanya, tidak membatalkan shalat.
12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama'ah
Bila seorang makmum melakukan gerakan
mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka
batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak
termasuk yang membatalkan shalat.
AS-Syafi'iyah mengatakan bahwa batasan batalnya
shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan rukun
dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari gerakan
imam.
13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya
dengan Tayammum
Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu
ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup untuk
digunakan berwudhu', maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu' saat itu dan
mengulangi lagi shalatnya.
14. Mengucapkan Salam Secara Sengaja
Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat. Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.
Hikmah shalat
Manusia sangat
butuh pertolongan Allah khususnya dalam mengatasi godaan setan. Tanpa
pertolongan-Nya kita tidak akan mampu melawan sang musuh abadi itu. Jadi
sudah sepantasnya kita selalu meminta tolong kepada Allah agar dijauhkan dari
godaan setan. Salah satunya adalah dengan meningkatkan intensitas dialog kita
dengan Allah lewat ibadah shalat.
Mungkin inilah
alasan kenapa kita diperintahkan shalat lima kali sehari semalam. Bisa jadi
agar kita semakin mendekatkan diri kepada Allah. Karena bila dekat dengan
Allah niscaya pertolongan-Nya mudah menghampiri kita.
Hikmah lainnya
adalah agar kita terus berkomunikasi dengan Allah secara kontinyu. Seiring
dengan itu diharapakan terjadi peningkatan ketakwaan, loyalitas, dan pengabdian
kita kepada Allah. Sehingga terciptalah keselarasan kita dengan sang khalik,
yang tentunya akan membawa dampak bagi kehidupan pribadi kita.
Dampak shalat untuk pribadi :
- Menghargai waktu.
- Meningkatkan semangat dan rasa tanggungjawab.
- Melatih kedisiplinan diri.
- Membentuk karakter muslim.
- Pegendalian diri.
- Menumbuhkan kesabaran dan ketabahan.
- Mengajarkan kerapian.
- Membentuk sikap rendah hati.
Dampak
shalat untuk masyarakat :
- Melatih hidup berorganisasi dan mengembangkan disiplin sosial.
- Menjadikan masjid sebagai pusat kemasyarakatan.
- Meningkatkan semangat tolong menolong dan kerja sama.
- Meningkatkan persaudaraan.
- Latihan dalam berjihad.
- Memupuk kepekaan agar perhatian kepada hak-hak orang lain.
- Mendorong orang untuk berpandangan luas.
- Menggalang persatuan dan kesatuan.
Disamping itu, shalat juga mengajarkan kepada kita untuk terus
bergerak dalam hidup ini. Terbukti shalat kita tidak diam tapi terus berubah
posisi dengan berdiri, rukuk, sujud, dan duduk. Begitu juga dalam kehidupan ini
kita pun harus terus bergerak dan berusaha. Jangan hanya diam menunggu nasib.
Karena bisa-bisa kita digilas oleh zaman yang terus bergerak cepat.
Shalat juga membuat kita peka dan
termotivasi untuk berbuat sesuatu bagi lingkungan. Oleh karena itu tidak patut
rasanya bila hanya jadi penonton berbagai permasalahan yang terjadi. Sudah
seharusnya kita berbuat sesuatu sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita.
Itulah salah satu makna yang tersirat dari ucapan “assalamu’alaikum” di akhir
shalat kita. Dimana kita berikrar untuk memberikan keselamatan dan kedamaian
bagi orang lain.
Sudah barang
tentu shalat yang berdampak adalah yang dilakukan dengan khusyuk; penuh
konsentasi, ikhlas, pasrah, dan tawadhu. Shalat yang khusyuk akan membersihkan
kotoran-kotoran yang ada dalam hati seseorang. Hatinya dibuat peka oleh Allah
dalam mengenali kemaksiatan. Sehingga dia cenderung untuk berbuat baik dan
takut berbuat dosa.
Khusyuk dalam
shalat bukanlah sesuatu yang mustahil. Karena tidak mungkin Allah menyuruh kita
melakukan hal yang di luar kemampuan kita. Berikut tips shalat khusyuk dari
Prof. Hembing Wijayakusuma.
- Mengonsentrasikan pikiran hanya semata untuk shalat.
- Pilihlah tempat yang nyaman dan aman serta hindari tempat keramaian.
- Hafal bacaan shalat dengan baik.
- Pahami arti dan makna bacaan shalat.
Tujuan
utama dari pelaksanaan ibadah shalat adalah mendekatkan dan selalu mengingatkan manusia kepada Tuhannya. Dengan begitu, mereka tidak akan sampai terjerumus dalam lembah kenistaan.
Tata cara salat bagi orang yang sakit
Orang
yg sakit wajib melaksanakan salat fardhu dgn berdiri sekalipun bersandar ke
dinding atau ke tiang atau dgn tongkat.
Jika
tidak sanggup salat berdiri hendaklah ia salat dgn duduk. Lalu pada waktu
berdiri dan ruku’ sebaiknya duduk bersila sedangkan pada waktu sujud sebaiknya
dia duduk iftirasy .
Jika
tidak sanggup salat sambil duduk boleh salat sambil berbaring bertumpu pada
sisi badan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lbh utama daripada
sisi kiri. Jika tidak memungkinkan utk menghadap kiblat boleh menghadap ke mana
saja dan tidak perlu mengulangi salatnya.
Jika
tidak sanggup salat berbaring boleh salat sambil terlentang dgn menghadapkan
kedua kaki ke kiblat. Dan yg lbh utama yaitu dgn mengangkat kepala utk
menghadap kiblat. Jika tidak bisa menghadapkan kedua kakinya ke kiblat
dibolehkan salat menghadap ke mana saja.
Orang
sakit wajib melaksanakan ruku’ dan sujud jika tidak sanggup cukup dgn
membungkukkan badan pada ruku’ dan sujud dan ketika sujud hendaknya lbh rendah
dari ruku’. Dan jika sanggup ruku’ saja dan tidak sanggup sujud dia boleh ruku’
saja dan menundukkan kepala saat sujud. Demikian pula sebaliknya jika dia
sanggup sujud saja dan tidak sanggup ruku’ dia boleh sujud saja dan ketika
ruku’ dia menundukkan kepala.
Isyarat
dgn mata ketika ruku’ dan dgn memejamkan lbh kuat ketika sujud. Adapun isyarat
dgn telunjuk seperti yg dilakukan beberapa orang sakit itu tidak betul dan
penulis tidak pernah tahu dalil-dalilnya baik dalil dari Alquran maupun
as-sunnah dan tidak pula dari perkataan para ulama.
Jika
tidak sanggup juga salat dgn menggerakkan kepala dan isyarat mata hendaklah ia
salat dgn hatinya dia berniat ruku’ sujud dan berdiri serta duduk.
Masing-masing orang akan diganjar sesuai dgn niatnya.
Orang
yg sakit wajib melaksanakan semua kewajiban salat tepat pada waktunya menurut
kemampuannya. Jika termasuk orang yg kesulitan berwudhu dia boleh menjamak
salatnya seperti layaknya seorang musafir.
Jika
dia sulit utk salat pada waktunya boleh menjamak antara Dhuhur dgn Ashar dan
antara Maghrib dgn Isya baik jamak taqdim maupun jamak takhir sesuai dgn
kemampuannya. Kalau dia mau dia boleh memajukan salat Asharnya digabung dgn
Dhuhur atau mengakhirkan Dhuhurnya digabung dgn Ashar di waktu Ashar. Jika mau
boleh juga dia memajukan salat Isya utk digabung dgn salat Maghrib di waktu
Maghrib atau sebaliknya. Adapun salat Subuh maka tidak boleh dijamak dgn salat
yg sebelumnya atau sesudahnya krn waktunya terpisah dari waktu salat sebelumnya
dan salat sesudahnya.
KESIMPULAN
Ibadah
shalat merupakan fardhu ‘ain atau kewajiban bagi setiap orang yang telah sudah
baligh dan beragama Islam serta berakal sehat. Hal tersebut diungkapkan oleh
Salman Harun bahwa : “Sembahyang diwajibkan atas tiap-tiap orang yang dewasa
dan berakal sehat, ialah lima waktu sehari semalam”.
Jadi jelaslah bahwa shalat lima waktu merupakan kewajiban bagi umat Islam, dan
yang dimaksud dengan wajib sebagaimana dikemukakan oleh Hasbi Ash Shiddieqy
bahwa “Wajib ialah yang dituntut oleh syara’ kita mengerjakannya dengan
tuntutan yang keras dan dicela meninggalkannya”.
Jadi dengan istilah lain bahwa wajib adalah adanya keharusan untuk melaksanakannya
dan berdosa jika ditinggalkan. Kewajiban menjalankan ibadah shalat adalah dari
firman Allah SWT:
اُتْلُ
مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَاَقِمِ الصَّلوةَط اِنَّ الصَّلوةَ
تَنْهى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللهِ
اَكْبَرُط وَاللهُ يَعْلَمُ بِمَا تَصْنَعُوْنَ
Artinya: “Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain ). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al Ankabut : 45).
PENUTUP
Ibadah shalat yang dilaksanakan umat Islam juga menghilangkah keluh kesah dan sifat kikir, karena dengan menjalankan ibadah shalat akan menumbuhkan kesadaran bahwa segala kenikmatan yang dimiliki oleh manusia hanyalah datang dari Allah dan semuanya harus dipergunakan dengan baik, harta yang dimilikinya juga harus digunakan untuk menempuh keridhaan Allah SWT., dan kekuatan jasmani serta rohani harus digunakan untuk beribadah dan tidak boleh digunakan untuk berbuat maksiat karena kemaksiatan akan mendatang azab dari Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar