Kamis, 14 Juni 2012

Sejarah al-Qur'an


Pengantar Sejarah al-Qur'an
Oleh Muhammad Rais Ramli

A. Pendahuluan
            Pembahasan tentang sejarah al-Quran sangatlah luas. Oleh karena itu, penulis membatasinya pada 4 hal saja yang berkaitan dengan sejarah al-Quran ini. Keempat sejarah al-Qur'an yang dimaksud itu adalah pertama, sejarah penamaan al-Qur,an. Kedua, sejarah diturunkannya al-Qur'an. Ketiga, sejarah penulisan dan pembukuan al-Qur'an. Keempat, sejarah tanda baca al-Qur'an.

B. Sejarah Penamaan al-Qur'an.
Para ulama berbeda pendapat tentang asal-usul dari kata "al-Qur'an". pada umumnya mereka berpendapat bahwa kata "al-Qur'an" berasal dari kataقَرَأ – يَقْرَأُ َ 'membaca', 'mengumpulkan' dan 'menghimpun'; mashdar-nya adalah قِرَاءَةٌ وَ قُرْآنٌ 'menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang tersusun rapi'. Makna di atas dapat dilihat pada Q.S. al-Qiyamah (75): 17-18,
إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ{17} فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ{18}
"Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (dalam dadamu). Dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya."
Q.S. al-Waqi'ah (56): 77,
 إِنَّهُ لَقُرْآنٌ كَرِيمٌ
"Sesungguhnya al-Qur'an ini adalah bacaan yang mulia"
Q.S. Yasin (36): 69,
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِي لَهُ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِينٌ
"Dan Kami tidak mengajarkan sya'ir kepadanya (Muhammad). Dan bersya'ir itu tidak layak baginya. Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan dan bacaan yang terang."[1]
            Ada juga yang mengatakan bahwa kata "al-Qur'an" berasal dari kata qara-in قَرَائِنُ  yang mufrad-nya adalah قَرِيْنَةٌ  'indikator'. Dinamai demikian karena al-Qur'an secara internal (dalam teksnya) terdapat indikator-indikator (kecendrungan atau tanda) persamaan dan saling membenarkan antara antara satu ayat dengan ayat lainnya.[2]
            Pendapat lain mengatakan bahwa kata "al-Qur'an" berasal dari kata القرء و القري 'menggabungkan' dan 'kumpulan' atau 'himpunan' atau 'kampung'. Disebut demikian karena al-Qur'an merupakan kumpulan dari berbagai surat dan ayat. Ia menjadi satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh. Antara satu surat dan ayat yang lain saling terkait dan saling memiliki ketergantungan sebagaimana diibaratkan dengan sebuah kampung yang di dalamnya terdiri dari rumah-rumah dan anggota keluarga di dalamnya yang saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.[3]
            Akan tetapi, ternyata ulama juga berbeda pendapat tentang penamaan al-Qur'an itu. Menurut Imam asy-Syafi'i (150 H – 204 H/ 767 – 820 M), al-Farra' (w. 207 H/ 823 M), dan al-Asy'ari (260 – 324 H/ 873 – 935M) kata al-Qur'an dibaca tanpa hamzah  .{القُرَانُ}[4]
            Adapun ulama yang lain seperti al-Lihyani (w. 215 H/ 831 M) az-Zajjaj (w. 311 H/ 928 M) berpendapat bahwa kata "al-Qur'an" ditulis dan dibaca dengan hamzah {القُرْأنُ}. Az-Zajjaj lebih lanjut mengatakan bahwa kata "Qur'an" sepadan (wazan) dengan فُعْلَانٌ , bagi yang membaca القُرَانُ (tanpa hamzah) semata-mata untuk memudahkan bacaan {لِلتَّخْفِيْفِ}, yaitu dengan mengalihkan harakat fathah pada hamzah kepada ra' yang berharakat sukun.[5]
            Adapun definisi al-Qur'an secara terminologis atau istilah penulis ambilkan dari dua ulama berikut, pertama, Muhammad Ali ash-Shabuni mengatakan bahwa,
القرآن هو كلام الله المعجز المنزل على خاتم الأنبياء والمرسلين بواسطة الأمين جبريل عليه السلام المكتوب في المصاحف المنقول إلينا بالتّواتر المتعبد بتلاوته المبدوء بسورة الفاتحة المختتم بسورة النّاس.[6]
Kedua, Afif Abdul Fattah Thabbarah mengemukakan definisi al-Qur'an sebagai berikut,
القرآن هو الوحي المنزل من عند الله إلى رسوله محمد بن عبد الله خاتم الأنبياء المنقول منه بالتواتر لفظا ومعنى وهو آخر الكتب السّماويّة نزلا.[7]
C. Sejarah Turunnya al-Qur'an
            Terdapat beberapa pendapat tentang proses turunnya al-Qur'an. Pertama, al-Qur'an diturunkan sekaligus ke al-Lauh al-Mahfuz, sebagaimana Q.S. al-Buruj (85): 21-22,
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ # فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ
"Bahkan (yang didustakan mereka itu) ialah al-Qur'an yang mulia. Yang tersimpan di al-Lauh al-Mahfuzh".
Kedua, al-Qur'an diturunkan dari al-Lauh al-Mahfuzh ke langit dunia. Kemudian, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw secara berangsur-angsur selama 23 tahun sebagaimana Q.S al-baqarah (2): 185,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
"Bulan Ramadhan bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)"[8]
            Senada dengan di atas, Al-Zarqani berpendapat bahwa sejarah turunnya al-Qur'an terdiri atas 3 tahap. Tahap pertama, turunnya al-Qur'an ke al-Lauh al-Mahfuzh. Tahap kedua, dari al-Lauh al-Mahfuzh ke Bait al-Izzah. Ketiga, dari Bait al-Izzah kepada Nabi Muhammad saw.[9]
Akan tetapi, kedua pendapat ini ditentang oleh Subhi as-Shalih. Ia mengatakan bahwa turunnya al-Qur'an seperti di atas termasuk hal-hal yang ghaib yang hanya bisa diterima dengan keyakinan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.[10]
            Adapun turunnya al-Qur'an dari al-Lauh al-Mahfuzh ke Nabi Muhammad saw dibagi ke dalam tiga periode,[11] yaitu pertama, sejak pertama kalinya diturunkan surat al-'alaq:1-5 atau sejak pertama kalinya Beliau saw diangkat menjadi Rasul Allah. Periode ini berlangsung 4-5 tahun.[12]
Setelah turunnya QS 74: 1-2 wahyu yang turun berkisar 3 hal. Pertama, pendidikan bagi Rasulullah untuk membentuk kepribadian. Kedua, pengetahuan-pengetahuan dasar tentang sifat-sifat Allah. Ketiga, keterangan tentang dasar-dasar akhlak Islam dan bantahan-bantahan secara umum tentang pandangan hidup masyarakat jahiliyah saat itu.[13]
Periode kedua, 8-9 tahun berikutnya. Pada masa ini terjadi pertarungan hebat antara gerakan Islam dengan masyarakat jahiliyah. Pada masa ini ayat-ayat yang turun berkaitan dengan kewajiban-kewajiban prinsip seorang muslim seperti Q.S. 16: 125. Terdapat juga ayat-ayat tentang kecaman dan ancaman kepada orang-orang musyrik yang berpaling dari kebenaran seperti Q.S. 41:13. Terdapat juga ayat-ayat yang mengandung argumentasi tentang keesaan Allah dan kepastian datangnya hari kiamat berdasarkan tanda-tandanya seperti Q.S. 36:78-82.[14]
Periode ketiga, pada periode ini kaum muslimin dapat melaksanakan ajaran agamanya dengan leluasa di Yatsrib yang kemudian disebut al-Madinah an-Nabawiah atau al-Madinah al-Munawwarah. Periode ini berlangsung selama 10 tahun. Pada periode ini timbul berbagai peristiwa dan masalah seperti prinsip-prinsip apakah yang diterapkan dalam masyarakat untuk mencapai kebahagiaan? Bagaimana sikap terhadap orang-orang munafik, Ahl al-Kitab, orang-orang kafir dan lain-lain. Yang semuanya diterangkan dalam al-Qur'an dengan cara yang berbeda-beda. Lihat misalnya, Q.S. 9: 13-14 yang membangkitkan semangat; Q.S. 5: 90-91 yang menerangkan perintah-perintah yang tegas; Q.S. 24: 27 yang menjelaskan tentang adab; Q.S. 3: 139:140 yang membangkitkan semangat kaum muslimin ketika ada 70 korban dari pihak kaum muslimin pada perang Uhud; Q.S. 3: 64 yang mengajak orang-orang munafik, Ahl al-Kitab, dan orang-orang musyrik kepada jalan yang benar.[15]
Mayoritas ulama membagi periode turunnya al-Qur'an ke dalam dua bagian yang dikenal dengan periode Makkah atau Makkiyah dan periode Madinah atau Madaniyah. Periode Makkiyah adalah turunnya ayat-ayat al-Qur'an ketika beliau masih tinggal di Makkah selama 12 tahun 5 bulan dan 13 hari dihitung sejak 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran beliau sampai permulaa  Rabi'ul Awwal tahun ke-54 dari kelahiran Nabi saw. periode Madaniyah adalah turunnya ayat-ayat al-Qur'an ketika nabi saw hijrah ke Madinah selama 9 tahun, 9 bulan, dan 9 hari terhjitung sejak permulaan Rabi'ul Awwal tahun 54 dari kelahiran beliau sampai 9 Zulhijjah tahun 63 dari kelahiran Nabi saw atau tahun ke-10 Hijrah.[16]

D. Sejarah Penulisan dan Pembukuan al-Qur'an
            Sejarah penulisan al-Qur'an dibagi ke dalam tiga periode. Periode pertama, pada masa Nabi saw, penulisan dilakukan ketika wahyu diturunkan  dengan menyusun urutan ayat-ayat dalam dalam surat-surat tertentu sesuai dengan petunjuk Nabi saw. ayat-ayat al-Qur'an tersebut ditulis secara terpisah-pisah pada kepingan-kepingan, tulang belulang, pelepah kurma, batu-batuan, dan lain-lain. Periode kedua, pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq dengan menyalin kembali tulisan-tulisan al-Qur'an tersebut menjadi sebuah mushaf yang tertib surah-surahnya ditulis menurut urutan turunnya wahyu. Periode ketiga, pada masa Utsman bin Affan.
            1. Penulisan al-Qur'an Pada Masa Nabi Muhammad saw.
            Penulisan al-Qur'an pada masa Nabi saw dilakukan oleh beberapa sahabat di antaranya Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka'ab, dan Tsabit bin Qais. Mereka langsung ditunjuk oleh Nabi saw untuk penulisan al-Qur'an tersebut. Alat-alat yang digunakan untuk menulis masih sangat sederhana. Demikian pula tempat mereka menuliskan al-Qur'an. Penulisan al-Qur'an dilakukan pada 'usub (pelepah kurma)[17], likhaf (batu tulis warna putih),[18] riqa' (kulit), aktaf (tulang unta), dan aqtab (bantalan dari kayu yang biasa dipasang di punggung unta).[19]
            Dalam rangka menjaga keotentikan al-Qur'an, Nabi saw melarang para sahabat menulis selain al-Qur'an. hal itu dapat diketahui dari hadis riwayat Muslim dari Abi Sa'id al-khudri, Rasulullah saw bersabda,
لاَ تكتبوا عني غير القرآن ومن كتب عنّي غير القرآن فليمحه.[20]
            2. Penulisan dan Pengumpulan al-Qur'an Pada Masa Abu Bakar ash-Shiddiq
            Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa penulisan al-Qur'an sudah dimulai pada masa Nabi saw, tetapi masih berserakan di berbagai tempat dan benda-benda lainnya. Ketika Abu bakar ash-Shiddiq menjadi khalifah, beliau melibatkan banyak sahabat penghafal al-Qur'an untuk memerangi Musailamah al-Kadzdzab. Terjadilah perang Yamamah pada tahun 12 H yang menggugurkan 70 orang sahabat penghafal al-Qur'an bahkan ada yang mengatakan sampai 500 orang sahabat penghafal al-Qur'an.[21] Sebelum perang Yamamah,  telah terjadi suatu peperangan di masa Nabi saw di Sumur Ma'unah dekat kota Madinah yang juga menggugurkan hampir 70 orang sahabat penghafal al-Qur'an.[22]
            Peristiwa di atas menjadikan Umar bin Khattab khawatir akan keberlangsungan al-Qur'an. Ia pun mengusulkan kepada Abu Bakar agar mengumpulkan al-Qur'an dalam satu mushaf. Awalnya Abu Bakar ragu terhadap ide Umar ini, tetapi beliau kemudian menerima ide tersebut setelah mempertimbangkan manfaatnya. Abu Bakar pun memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan dan menuliskan ayat-ayat al-Qur'an dalam satu mushaf.[23] Zaid pun melakukan tugasnya untuk mengumpulkan ayat-ayat al-Qur'an yang masih tercecer tersebut pada daun, pelepah kurma, batu, tanah keras, tulang unta atau kambing, dan dari para sahabat yang hafal al-Qur'an.[24]
            Pada masa Umar bin Khattab menjadi khalifah, mushaf yang ditulis pada masa Abu Bakar itu disalin lagi ke dalam lembaran-lembaran (shahifah). Setelah penulisan selesai, naskah tersebut diserahkan kepada istri Rasulullah saw yang bernama Hafshah yang dikenal pandai membaca dan menulis.[25]
            3. Penulisan dan Pembukuan al-Qur'an Pada Masa Ustman bin 'Affan
            Pada masa Usman bin Affan, pemerintahan Islam tersebar luas sampai Armeni dan Azarbaiyan diu sebelah timur sampai Tripoli di sebelah barat. Dengan dewmikian, kaum muslimin tersebar ke Mesir, Syiria, Irak, Persia, dan Afrika.[26]
            Dengan tersebarnya Islam ke luar jazirah Arab, maka muncullah permasalahan yang berkaitan dengan al-Qur'an. kaum muslimin memegang al-Qur'an yang berbeda-beda susunan surat-suratnya. Demikian pula dengan cara membaca, mereka terpengaruh oleh dialek masing-masing suku atau kabilah. Bahkan, tidak jarang terjadi satu kaum meremehkan bacaan orang lain dan merasa bacaannya yang dianggap paling benar sehingga menimbulkan "perang urat saraf" di antara sesama kaum muslimin.
            Ketika Usman bin Affan melihat fenomena ini, ia pun bertekad untuk menyatukan kaum muslimin dengan membentuk tim untuk menghimpun al-Qur'an menjadi satu macam dialek saja dan dengan susunan surat-surat yang sama. Tim tersebut terdiri Zaid bin Tsabit sebagai ketua, Abdullah bin Zubair, Sa'id bin 'Ash, dan Abdur Rahman bin Harits bin Hisyam. Dalam penyusunan mushaf al-Qur'an ini, tim berpedoman pada bacaan  mereka yang hafal al-Qur'an dan mengikuti dialek Suku Quraisy karena al-Qur'an diturunkan menurut dialek suku ini.[27]
            al-Qur'an yang dibukukan ini dinamakan al-Mushaf. Ada lima buah yang ditulis. Empat buah dikirim ke Makkah, Syiria, Basrah, dan Kufah supaya di tempat-tempat itu mushaf-mushaf tersebut diperbanyak lagi. Usman sendiri menyimpan satu mushaf di Madinah dan dinamakan Mushaf al-Imam. Seluruh tulisan-tulisan al-Qur'an yang ditulis sebelum pembukuan ini diperintahkan untuk dibakar.[28]
            Adapun manfaat yang didapatkan dengan "terbitnya" Mushaf Ustmani ini adalah, pertama, kaum  muslimin bersatu dengan satu mushaf yang seragam ejaan dan tulisannya; kedua, kaum muslimin bersatu dalam keseragaman bacaan, walaupun masih ada sedikit perbedaan, tetapi tetap tidak keluar dari Mushaf Usmani; ketiga, susunan surat-surat al-Qur'an menjadi seragam sebagaimana tertib urutannya seperti sekarang ini.[29]

E. Sejarah Tanda Baca al-Qur'an.
            Buku-buku acuan yang membahas masalah ini masih sangat sedikit. Di antara buku-buku tersebut adalah Seni kaligrafi Islam oleh D sirajuddin AR dan Kaligrafi Islam oleh Yasin Hamid Safadi.
            Kalau diperhatikan al-Qur'an cetakan Saudi Arabia, maka akan terlihat tulisan-tulisan yang sangat indah dan jelas. Tulisan-tulisan al-Qur'an itu sebenarnya hasil "evolusi" dari tulisan-tulisan al-Qur'an yang dulunya sangat sederhana. Pada zaman Nabi Muhammad saw, tulisan-tulisan al-Qur'an itu belum diberi tanda baca, baik berupa harakat maupun tanda-tanda titik.
            Pada saat Usman bin Affan membukukan al-Qur'an dan mengirimkannya ke berbagai daerah seperti Kufah, basrah, Masdinah, dll, tulisan-tulisan al-Qur'a, itupun belum juga dilengkapi dengan syakal-syakal dan tanda-tanda titik. Hal ini berlangsung sekitar 40 tahun lamanya.[30]
            Setelah al-Qur'an sudah tersebar luas ke luar jazirah Arab seiring dengan berkembangnya Islam saat itu, maka muncullah persoalan berupa terjadinya kesalahan baca al-Qur'an dari orang-orang Muslim non-Arab yang memang tidak tahu bahasa Arab. Beberapa contoh kesalahan baca tersebut adalah,
1. Pembacaan kata "warasulihi" oleh orang badui yang seharusnya dibaca "warasuluhu",
إِنَّ اللهَ بَرِئٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَرَسُوْلُهُ
"Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik"
            Apabila dibaca warasulihi maka artinya "Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya". Kalimat ini tentu mustahil terjadi karena tidak mungkin Allah berlepas diri kepada Rasul-Nya.[31]
2. Pembacaan "al-ulama-a" yang seharusnya dibaca "al-ulama-u" seperti di bawah ini,
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعَلَمَاءُ
"Tiada lain yang takut kepada Allah hanyalah sebagian dari hamba-hamba-Nya yang ulama". Kalimat inilah yang benar. Apabila dibaca "al-ulama-a" maka artinya menjadi "tiada lain hanya Allahlah yang takut kepada ulama dari sebagian hamba-hamba-Nya".[32] Kalimat inipun mustahil terjadi karena Allah tidak mungkin takut kepada hamba-hamba-Nya walaupun ia seorang ulama.
            Dari latar belakang itulah, kemudian Abu al-Aswad ad-Du'aly (w. 69 H/ 688 M) menempatkan titik berwarna merah sebagai syakal. Tanda fathah ditandai dengan satu titik di atas huruf. Tanda kasrah ditandai dengan satu titik di bawah huruf. Tanda dammah ditandai dengan satu titik di sebelah kiri huruf. Tanda tanwin ditandai dengan dua titik pada huruf-huruf tersebut.[33]
            Rumus di atas disempurnakan kemudian oleh Nashr ibn 'Ashim (w. 707 M) dan Yahya ibn Ya'mur (w. 708 M). keduanya adalah murid ad-Du'aly. Mereka memberi tanda garis sudut-menyudut di atas atau di bawah huruf untuk membedakan huruf-huruf yang sama tulisannya tetapi beda cara pengucapannya. Sebagai contoh huruf "ba", "ta", dan "sa", ketiganya mempunyai tulisan yang sama. Untuk membedakannya, huruf "ba" diberi satu garis diagonal di bawahnya "    ". Huruf "ta" diberi dua garis diagonal di atas huruf "     ". Huruf "sa" diberi tiga garis diagonal di atasnya  "       ".[34]
            Rumus-rumus tanda baca di atas kemudian disempurnakan lagi oleh al-Khalil ibn Ahmad al-Farahidi (170 H/ 786 M) seorang ahli tatabahasa Arab. Ia berhasil meletakkan dasar-dasar rumus tanda baca dalam tulisan Arab. Tanda-tanda tersebut yaitu, "alif" kecil-miring diagonal di atas huruf untuk fathah. "ya" kecil di bawah huruf untuk kasrah. "waw" kecil di atas huruf untuk dhammah. Kepala "sin" di atas huruf untuk syiddah atau tasydid. Kepala 'kha" di atas huruf  untuk sukun. Kepala "ain" di atas atau di bawah huruf hamzah. "alif", "ya", dan "waw" di belakangh huruf lain untuk mad atau tanda panjang, dan tanda titik untuk membedakan huruf .[35]
            Seiring dengan berjalannya waktu, tanda-tanda baca di atas berubah menjadi lebih sederhana. Tanda fathah dan kasrah cukup dengan garis diagonal pendek. Waw untuk dammah cukup diambil lengkungan bulatnya saja untuk bagian kepala. Demikian pula tanda-tanda baca lainnya, ia semakin halus bentuknya.[36]

E. Penutup
            Apa yang penulis kemukakan di makalah ini hanya sebagai pengantar diskusi saja. Referensi tentang masalah ini juga banyak, hanya penulis belum mengkajinya secara keseluruhan. Bahkan Prof Dr. M. M. al-A'zami telah membahasnya secara panjang lebar dalam bukunya "The History of The Qur'anic text from Revelation to Complain: A Comparative Study with the Old New Testaments yang diterbitkan oleh GIP menjadi "Sejarah Teks al-Qur'an dari wahyu sampai Kompilasi: Kajian Perbandingan dengan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Selamat berdiskusi!

Bisikan Setan



 
Setan menurut al-Qur'an surah al-An'am ayat 112 dan surah an-Naas dan juga menurut berbagai teks hadits adalah terdiri dari jin dan manusia. Keduanya aktif bekerja menjalankan misi mereka masing-masing. Salah satu tugas setan adalah membisikkan kejahatan ke dalam dada manusia, sebagaimana firman Allah di dalam surah an-Naas, artinya,
"Katakanlah, "Aku berlindung kepada Rabb (Tuhan yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja manusia. Ilaah (sembahan) manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia."

Di dalam ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan manusia agar beristi-'adzah (memohon perlindungan kepadaNya) dari bisikan jahat setan jin dan setan manusia. Alwaswas adalah bisikan-bisikan setan yang halus sedang al-khannas terambil dari kata khanasa, yang berarti kembali mundur, melempem, bersembunyi serta timbul tenggelam. Maksudnya adalah setan kembali menggoda manusia pada saat manusia lengah dan melupakan Allah, kemudian dia mundur dan melempem pada saat manusia berdzikir mengingat Allah Ta'ala.

Strategi Setan Memperdaya Manusia

Misi dan pekerjaan setan itu ada dua, pertama, menyuruh manusia melakukan dosa dan kejahatan, dan yang ke dua, menghalang-halangi manusia dari segala macam bentuk perbuatan baik yang diridlai Allah Ta'ala. Di dalam Sahih Muslim nomor ke 5109 bersumber dari 'Iyad bin Himar al-Mujasyi'i, disebutkan bahwa Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda,Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hambaKu dalam keadaan hanif (cenderung kepada kebenaran), lalu setan-setan mendatangi mereka, dan menyelewengkannya dari agama mereka dan (setan-setan itu) mengharamkan terhadap mereka apa yang Aku halalkan bagi mereka dan menyuruh mereka mempersekutukan Aku…"

Berdasarkan hadits ini, dapat dikatakan, bahwa yang menyeleweng-kan manusia dari dien (Islam) adalah setan, termasuk menggelincirkan manusia kepada perbuatan syirik. Namun manusia yang dapat dikuasai setan, hanya mereka yang tak memperdulikan tuntunan Allah dan menjadikan setan itu sebagai pembimbing jalan hidupnya. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengemukakan enam tahapan yang dilalui setan dalam menyesatkan dan mem-perdaya manusia.

Tahap pertama ialah pengafiran atau pemusyrikan manusia. Kalau yang diajak setan itu muslim, yang beriman teguh, yang tak dapat dikafirkan dan dimusyrikkan, setan akan melangkah ke tahapan dakwah ke dua, yaitu pem-bid'ahan. Setan pada tahapan ke dua ini berupaya menjadikan orang Muslim sebagai ahlul bid'ah. Kalau yang didakwahi setan itu kalangan Ahlus Sunnah, yang teguh dan istiqamah memegang Sunnah, setan melangkah pada tahap yang ke tiga, yaitu menjebak orang Islam kepada kaba’ir (dosa-dosa besar). Kalau yang bersangkutan beriman teguh, sehingga tak mau melakukan dosa-dosa besar, setan tetap tidak berputus asa, untuk terus berupaya mencari taktik lain, dengan melangkah ke tahap yang ke empat, yaitu menjebak manusia dengan dosa-dosa kecil.

Kalau tahap ke empat ini gagal juga, setan melangkah ke tahap ke lima, yaitu menyibukkan manusia kepada masalah-masalah yang mubah (boleh), sehingga yang bersangkutan menghabiskan waktunya untuk urus-an-urusan yang mubah, yang dampaknya, lupa menunaikan perbuatan-perbuatan yang dicintai Allah Ta'ala, yang berpahala, yang semua Muslim diperintahkan mengamalkannya. Kalau tahap ke lima ini gagal juga, setan melanjutkan strategi gandanya ke tahapan yang ke enam, yaitu menyi-bukkan manusia dalam urusan-urusan kurang bermanfaat atau yang man-faatnya lebih kecil, sehingga dampak persoalan-persoalan yang lebih penting dan yang lebih baik jadi tertinggalkan dan terabaikan. Misalnya, sibuk dengan amalan sunnah, sehingga amalan wajib tertinggalkan.

Adapun perangkap atau jerat-jerat yang dipasang setan tidak terhitung jenis dan jumlahnya, di antaranya ialah:

1. Mengadu Domba Sesama Muslim dan Buruk Sangka

Di dalam hadits yang diriwayatkan al-Bukhari, Rasulullah bersabda yang artinya, “Sesungguhnya iblis telah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang yang sholeh, tetapi ia berusaha mengadu domba di antara mereka.".
Caranya ialah menciptakan dan menyebarkan permusuhan, kebencian dan fitnah di antara mereka. Sikap buruk sangka (terhadap Allah maupun manusia) biasanya datang dari setan. Dalilnya antara lain ialah hadits Shafiyyah binti Huyay (istri Rasulullah) ia berkata yang artinya, "Ketika Rasulullah sedang beri'tikaf di masjid, saya mendatanginya pada suatu malam dan bercerita. Kemudian saya pulang diantar beliau. Ada dua orang Anshar berjalan dan ketika keduanya melihat Rasulullah, mereka mempercepat langkah. Rasulullah berkata, "Pelan-pelanlah. Dia adalah Shafiyah binti Huyay". Mereka berkata, "Subhanallah (Maha Suci Allah), Rasulullah!" Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya setan berjalan di tubuh manusia pada peredaran darah, aku khawatir setan itu melontarkan kejahatan di hati kamu berdua , sehingga timbul prasangka yang buruk." (HR. Al-Bukhari 240, Muslim 2174-2175).

2. Menganggap Baik dan Indah Kebid'ahan.

Ibadah yang sudah baik dari Nabi, oleh setan dimodifikasi, antara lain dilakukan penambahan-penambahan di sana sini atau pun pengurangan-pengurangan. Apa yang tidak disunnahkan Nabi, dilakukan, sebaliknya yang disunnahkan Nabi justru ditinggalkan.
Sebagian manusia dibisiki agar merekayasa hadits palsu yang disandar kan kepada Rasulullah sambil berdalih, “Kami memang berdusta mengarang hadits, namun bukan dengan niat menentang Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , melainkan membela beliau. Tak terhitung jumlah hadits yang direkayasa untuk menakut-nakuti manusia dari neraka, agar melakukan amal kebaikan atau pun menggambarkan surga dengan cara aneh pula.

3. Membisikkan Bahwa Islam Hanyalah Muamalah.

Terkadang setan membisikkan ke dalam hati manusia, "Dien (Islam) adalah muamalah (pergaulan/akhlak yang baik). Yang penting dalam beragama adalah cukup berbuat baik saja terhadap sesama manusia, jangan mendustai atau menipu mereka walaupun kamu tidak shalat. Bukankah Rasulullah mengatakan, bahwa agama adalah muamalah?" Sebagai hasilnya, banya orang yang berprinsip, tak shalat tak mengapa, asal tidak jahat terhadap sesama manusia. Kepada yang lain, dibisikinya pula, "Yang penting adalah hati dan niat baik, sepanjang engkau lalui waktu malammu tanpa menyimpan dengki dan kebencian terhadap manusia, cukuplah sudah”. Akibatnya yang bersangkutan meninggalkan banyak amal shaleh, karena mencu-kupkan diri dengan niat baik saja!
Kepada kalangan yang berkecim-pung di politik, setan jin membisikkan, "Yang penting adalah kita harus mengenal keadaan riil kaum muslimin dan keadaan musuh-musuh mereka. Dengan demikian hal paling penting adalah masalah-masalah politik. Ibadah biarlah dilakukan kalangan ahli ibadah saja.

4. Membisikkan bahwa Islam Hanya Mengatur Hubungan dengan Allah Saja.

Kepada mereka, setan membisik-kan, "Engkau zuhud dengan mening-galkan semua urusan dunia, termasuk urusan politik." Urusan pemerintahan, biarlah orang kafir saja yang mengatur, karena itu adalah masalah keduniaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan agama, sedang agama hanya mengatur hubungan dengan Allah saja.

5. Membisikkan Bahwa yang Penting Bersatu.

Datang pula kelompok lain dengan pendapat, "Yang paling penting adalah menyatukan barisan kaum muslimin. Kelompok ini menjadikan persatuan sebagai hal paling penting, walaupun dibandingkan masalah aqidah! Dasar mereka ialah musuh-musuh Allah sedang gencar ingin menghabisi Islam. Memang benar umat Islam harus bersatu, tetapi harus di atas dasar dien, bukan bersatu dalam kekacauan dan perbedaan aqidah.

6. Menunda Kebaikan atau Melaku-kannya Secara Asal-Asalan.

Salah satu bisikan jahat setan ialah agar umat Islam dalam melakukan kebaikan bersikap menunda-nunda atau sebaliknya melakukannya, namun dengan tergesa-gesa tanpa perhitungan. Sehingga akibatnya banyak kebaikan yang tidak terlaksana atau dilakukan namun secara serampangan dan asal-asalan, baik itu amal yang bersifat individual maupun kolektif

7. Membisiki Manusia Sebagai Orang yang Terbaik

Di sisi lain, setan membisikkan di dalam hati manusia, "Engkau lebih baik dari orang lain, engkau melakukan shalat, sementara orang lain banyak yang tidak shalat." Setan membisiki setiap orang yang beribadah agar memperhatikan kelakuan orang-orang yang berada di bawahnya dalam beramal shaleh, untuk mencegahnya dari beramal lebih baik. Padahal yang dituntut dari kita adalah sebaliknya yaitu merasa kurang di dalam kebaikan, misalnya kita perhatikan orang yang berpuasa sunah Senin dan Kamis ketika kita tidak melakukannya. Tetapi setan sangat jahat dan lihai, dengan berbagai cara, ia memperdayakan kita agar kita merasa sudah cukup, sudah hebat dan sempurna, sehingga kita merasa tak perlu belajar dari orang lain.

8. Menjadikan Satu Kebaikan Sebagai Penghalang Kebaikan yang Lain

Untuk menjauhkan kita dari tugas dakwah, setan terkadang membisiki hati kita, "Kamu harus tawadhu, siapa yang tawadhu karena Allah, niscaya akan ditinggikan-Nya. Bukan level kamu melibatkan diri dalam tugas da'wah! Urusan da'wah hanya untuk orang berilmu tinggi saja! Kalau kamu melibat-kan diri juga dalam tugas da'wah, kamu berarti sombong, tak tahu diri."
Setan terus menekan kita sampai mencapai derajat di mana kita merasa tak berguna dan tak mampu memikul tugas da'wah'. Padahal kita akan dimintai pertanggungjawaban terhadap kemampuan yang seharusnya kita pergunakan untuk tugas da'wah itu.

Mudah-mudahan Allah senantiasa membantu kita mengalahkan musuh nyata kita, yaitu setan, baik setan jin maupun manusia. Akhirnya, marilah kita sama-sama berdo’a dengan do’a yang diajarkan Allah. Terapinya, membiasakan melakukan dzikir pagi dan sore, banyak-banyak membaca al-Qur’an, dan selalu berdzikir memohon perlindungan kepada Allah.

"Wahai Rabbku!, aku berlindung kepadaMu dari bisikan-bisikan jahat setan dan aku berlindung kepadamu Rabbku mereka mendatangiku…" (Al-Mu'minun ayat 97-98). Wallaahu ‘a'lam.

( Muhammad Hanafi Maksum )

BAHAYA VALENTINE



 
Memasuki bulan Februari, kita menyaksikan banyak media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan bersibuk-ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar acara-acara pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day atau biasanya disebut hari kasih sayang. Biasanya pada 14 Februari mereka saling mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta.
Sangat disayangkan banyak ABG khususnya teman-teman kita, para remaja putri muslimah yang terkena penyakit ikut-ikutan dan mengekor budaya Barat atau budaya ritual agama lain akibat pengaruh TV dan media massa lainnya. Termasuk dalam hal ini perayaan Hari Valentine, yang pada dasarnya adalah mengenang kembali pendeta St.Valentine. Belakangan, Virus Valentine tidak hanya menyerang remaja bahkan orang tua pun turut larut dalam perayaan yang bersumber dari budaya Barat ini.


Sejarah Valentine

Ensiklopedia Katolik menyebutkan tiga versi tentang Valentine, tetapi versi terkenal adalah kisah Pendeta St.Valentine yang hidup di akhir abad ke 3 M di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 270 M Claudius II menghukum mati St.Valentine yang telah menentang beberapa perintahnya.
Claudius II melihat St.Valentine meng-ajak manusia kepada agama Nashrani lalu dia memerintahkan untuk menangkapnya. Dalam versi kedua , Claudius II meman-dang para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang. Maka dia mengeluarkan perintah yang melarang pernikahan. Tetapi St.Valentine menentang perintah ini dan terus mengada-kan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui lalu dipenjarakan. Dalam penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan "Dari yang tulus cintanya, Valentine." Hal itu terjadi setelah anak tersebut memeluk agama Nashrani ber-sama 46 kerabatnya.
Versi ketiga menyebutkan ketika agama Nashrani tersebar di Eropa, di salah satu desa terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perhatian para pendeta. Dalam tradisi itu para pemuda desa selalu berkum-pul setiap pertengahan bulan Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak tersebut, dan gadis yang namanya keluar akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan " dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini."
Akibat sulitnya menghilangkan tradisi Romawi ini, para pendeta memutuskan mengganti kalimat "dengan nama tuhan Ibu" dengan kalimat " dengan nama Pendeta Valentine" sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nashrani.
Versi lain mengatakan St.Valentine di-tanya tentang Atharid, tuhan perdagangan, kefasihan, makar dan pencurian, dan Jupiter, tuhan orang Romawi yang terbesar. Maka dia menjawab tuhan-tuhan tersebut buatan manusia dan bahwasanya tuhan yang sesungguhnya adalah Isa Al Masih, oleh karenanya ia dihukum mati. Maha Tinggi Allah dari apa yang dikatakan oleh orang-orang yang dzalim tersebut.
Bahkan saat ini beredar kartu-kartu perayaan keagamaan ini dengan gambar anak kecil dengan dua sayap terbang mengitari gambar hati sambil mengarahkan anak panah ke arah hati yang sebenarnya itu merupakan lambang tuhan cinta bagi orang-orang Romawi!!!
Hukum Valentine
Keinginan untuk ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi keyakinan dan pemikirannya. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah, syi'ar dan kebiasaan. Padahal Rasul Shallallaahu 'alaihi wa sallam telah melarang untuk mengikuti tata cara peribadatan selain Islam: "Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut ." (HR. At-Tirmidzi).
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah kafir, adapun bila ia tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu ke-mungkaran yang besar. Ibnul Qayyim berkata, "Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, "Selamat hari raya!" dan semisalnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutu-kan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid'ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah."
Abu Waqid Radhiallaahu 'anhu meriwayatkan: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam saat keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik, yang disebut dengan Dzaatu Anwaath, biasanya mereka menggantungkan senjata-senjata mereka di pohon tersebut. Para sahabat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata, "Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzaatu Anwaath, sebagaimana mereka mempunyai Dzaatu Anwaath." Maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda, " Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, 'Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.' Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian." (HR. At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).
Adalah wajib bagi setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat untuk melaksanakan wala' dan bara' ( loyalitas kepada muslimin dan berlepas diri dari golongan kafir) yang merupakan dasar akidah yang dipegang oleh para salaf shalih. Yaitu mencintai orang-orang mu'min dan membenci orang-orang kafir serta menyelisihi mereka dalam ibadah dan perilaku. Serta mengetahui bahwa sikap seperti ini di dalamnya terdapat kemas-lahatan yang tidak terhingga, sebaliknya gaya hidup yang menyerupai orang kafir justru mengandung kerusakan yang lebih banyak.
Lain dari itu, mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang, lagi pula, menyerupai kaum kafir dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Allah Subhaanahu wa Ta'ala telah berfirman, yang artinya:
" Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim ." (Al-Maidah:51)
"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya." (Al-Mujadilah: 22)
"Dan janganlah belas kasihan kepada kedua pezina tersebut mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akherat." (An-Nur: 2)
Di antara dampak buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka sehingga terhapuslah As-Sunnah (tuntunan Allah dan Rasul-Nya). Tidak ada suatu bid'ah pun yang dihidupkan kecuali saat itu ada suatu sunnah yang ditinggalkan. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka'at shalatnya membaca,
"Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pu-la jalan) mereka yang sesat." (Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana bisa ia memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai, namun ia sendiri malah menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.
Ada seorang gadis mengatakan, bahwa ia tidak mengikuti keyakinan mereka, hanya saja hari Valentine tersebut secara khusus memberikan makna cinta dan suka citanya kepada orang-orang yang mempe-ringatinya. Ini adalah suatu kelalaian, padahal sekali lagi perayaan ini adalah dari ritual agama lain!
Hadiah yang diberikan sebagai ung-kapan cinta adalah sesuatu yang baik, namun bila dikaitkan dengan pesta-pesta ritual agama lain dan tradisi-tradisi Barat, akan mengakibatkan terobsesi oleh budaya dan gaya hidup mereka.
Mengadakan pesta pada hari tersebut bukanlah sesuatu yang sepele, tapi lebih mencerminkan pengadopsian nilai-nilai Barat yang tidak memandang batasan normatif dalam pergaulan antara pria dan wanita sehingga saat ini kita lihat struktur sosial mereka menjadi porak-poranda.
Alhamdulillah, kita mempunyai pengganti yang jauh lebih baik dari itu semua, sehingga kita tidak perlu meniru dan menyerupai mereka. Di antaranya, bahwa dalam pandangan kita, seorang ibu mempunyai kedudukan yang agung, kita bisa mempersembahkan ketulusan dan cinta itu kepadanya dari waktu ke waktu, demikian pula untuk ayah, saudara, suami …dst, tapi hal itu tidak kita lakukan khusus pada saat yang dirayakan oleh orang-orang kafir.
Semoga Allah senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan:
" Kecintaan-Ku adalah bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling mengunjungi karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (Al-Hadits).


Fatwa Syeikh Ibnu Utsaimin:
Pertanyaan:
Pada akhir-akhir ini ini telah tersebar dan membudaya perayaan hari Valentine -terutama di kalangan pelajar putri, padahal ia merupakan salah satu dari sekian macam hari raya kaum Nashrani. Biasanya pakaian yang dikenakan berwarna merah lengkap dengan sepatu, dan mereka saling tukar mawar merah. Bagaimana hukum merayakan hari Valentine ini, dan apa pula saran dan anjuran anda kepada kaum muslimin. Semoga Allah selalu memelihara dan melindungi anda.
Jawab:
Merayakan hari Valentine itu tidak boleh, karena:
Pertama: ia merupakan hari raya bid'ah yang tidak ada dasar hukumnya di dalam syari'at Islam.
Kedua : ia dapat menyebabkan hati sibuk dengan perkara-perkara rendahan seperti ini yang sangat bertentangan dengan petunjuk para salaf shalih (pendahulu kita) - semoga Allah meridhai mereka. Maka tidak halal melakukan ritual hari raya, baik dalam bentuk makan-makan, minum-minum, berpakaian, saling tukar hadiah ataupun lainnya. Hendaknya setiap muslim merasa bangga dengan agamanya, tidak menjadi orang yang tidak mempunyai pegangan dan ikut-ikutan.
Semoga Allah melindungi kaum muslimin dari segala fitnah (ujian hidup), yang tampak ataupun yang tersembunyi dan semoga meliputi kita semua dengan bimbingan-Nya.

MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI


MEMBANGUN KELUARGA ISLAMI 


4:21) yang kata ini digunakan juga untuk menyebut perjanjian antara para Nabi dengan Allah Swt dalam mengemban perjuangan da’wah (QS 33:7). Oleh karena itu pernikahan dan walimatul arusy harus dilaksanakan yang sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu pernikahan jangan sampai dinodai dengan hal-hal yang bernilai maksiat. Sesudah pernikahan berlangsung, kehidupan berumah tanggapun harus dijalani dengan sebaik-baiknya meskipun tantangan dan godaan menjalani kehidupan rumah tangga yang Islami sangat banyak.

Untuk menjalani kehidupan rumah tangga yang islami, ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian suami dan isteri.

1. Memperkokoh Rasa Cinta.

Cinta merupakan perekat dalam kekokohan kehidupan rumah tangga, bila rasa cinta suami kepada isteri atau sebaliknya telah hilang dari hatinya, maka kehancuran rumah tangga sangat sulit dihindari. Oleh karena itu suasana cinta mencintai harus saling ditumbuh-suburkan atau diperkokoh, tidak hanya pada masa-masa awal kehidupan rumah tangga, tapi juga pada masa-masa selanjutnya hingga suami isteri mencapai masa tua dan menemui kematian.

Rasulullah Saw sebagai seorang suami berhasil membagi dan menumbuh-suburkan rasa cinta kepada semua isterinya sehingga isteri yang satu mengatakan dialah yang paling dicintai oleh Rasul, begitu juga dengan isteri yang lainnya.

Berumah tangga itu diumpamakan seperti orang yang sedang berlayar, ketika pelayaran baru dimulai, kondisi di kapal masih tenang karena disamping penumpangnya betul-betul ingin menikmati pelayaran itu, juga karena belum ada kesulitan, belum ada ombak dan angin kencang yang menerpa, tapi ketika kapal itu telah mencapai lautan yang jauh, barulah terasa ombak besar dan angin yang sangat kencang menerpa, dalam kondisi seperti itu saling mengokohkan rasa cinta antara suami dengan isteri menjadi sesuatu yang sangat penting dalam menghadapi dan mengatasi terpaan badai kehidupan rumah tangga. Pernikahan dilangsungkan dengan maksud agar lelaki dan wanita yang mengikat hubungan suami isteri dapat memperoleh ketenangan dan rasa cinta. Allah berfirman yang artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menjadikan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang berpikir (QS 30:21).

2. Saling Hormat Menghormati.

Saling cinta mencintai itu harus diperkokoh dengan saling hormat menghormati, suami hormat kepada isteri dengan memberikan penghargaan yang wajar terhadap hal-hal baik yang dilakukan isterinya, begitu juga dengan isteri terhadap suaminya dengan menerima apa-apa yang diberikan suami meskipun jumlahnya tidak banyak.

Awal-awal kehidupan rumah tangga selalu dengan masa romantis yang segalanya indah, bahkan adanya kelemahan dan kekurangan tidak terlalu dipersoalkan, romantisme memang membuat penilaian suami terhadap isteri dan isteri terhadap suaminya menjadi sangat subyektif. Tapi ketika rumah tangga berlangsung semakin lama mulailah muncul penilaian yang obyektif dalam arti suami menilai isteri atau isteri menilai suami apa adanya. Dulu ketika masa romantis, kekurangan masing-masing sebenarnya sudah terlihat tapi tidak terlalu dipersoalkan, tapi sekarang kekurangan yang tidak prinsip saja dipersoalkan, dalam kondisi seperti itulah diperlukan konsolidasi hubungan antara suami dan isteri hingga masing-masing menyadari bahwa memang kekurangan itu ada tapi dia juga harus menyadari akan adanya kelebihan.

Dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah Saw, beliau telah mencontohkan kepada kita betapa beliau berlaku baik kepada keluarganya, dalam satu hadits beliau bersabda: Orang yang paling baik diantara kamu adalah yang paling baik dengan keluarganya dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku (HR. Thabrani).

3. Saling Menutupi Kekurangan.

Suami dan isteri tentu saja memiliki banyak kekurangan, tidak hanya kekurangan dari segi fisik, tapi juga dari sifat-sifat. Oleh karena itu suami isteri yang baik tentu saja menutupi kekurangan-kekurangan itu yang berarti tidak suka diceriterakan kepada orang lain, termasuk kepada orang tuanya sendiri.

Meskipun demikian dengan maksud untuk konsultasi dan perbaikan atas persoalan keluarga kepada orang yang sangat dipercaya, maka seseorang boleh saja mengungkapkan kekurangan sifat-sifat suami atau isteri.

4. Kerjasama Dalam Keluarga.

Dalam mengarungi kehidupan rumah tangga tentu saja banyak beban yang harus diatasi, misalnya beban ekonomi, dalam hal ini suami harus mencari nafkah dan isteri harus membelanjakannya dengan sebaik-baiknya dalam arti untuk membeli hal-hal yang baik dan tidak boros. Begitu juga dengan tanggung jawab terhadap pendidikan anak yang dalam kaitan ini diperlukan kerjasama yang baik antara suami dan isteri dalam menghasilkan anak-anak yang shaleh. Kerjasama yang baik dalam mendidik anak itu antara lain dalam bentuk sama-sama meningkatkan keshalehan dirinya sebagai orang tua karena mendidik anak itu harus dengan keteladanan yang baik, juga tidak ada kontradiksi antara sikap bapak dengan ibu dalam mendidik anak dan sebagainya. Keharusan kita bekerjasama dalam hal-hal yang baik difirmankan Allah yang artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (QS 5:2).

5. Memfungsikan Rumah Tangga Secara Optimal.

Masa sesudah menikah juga harus dijalani dengan memfungsikan keluarga seoptimal mungkin sehingga rumah tangga itu tidak sekedar dijadikan seperti terminal dalam arti anggota keluarga menjadikan rumah sekedar untuk singgah sebagaimana terminal, tapi semestinya rumah tangga itu difungsikan sebagai tempat kembali guna menghilangkan rasa penat dan memperbaiki diri dari pengaruh yang tidak baik serta memperkokoh hubungan dengan sesama anggota keluarga.

Oleh karena itu keluarga harus dioptimalkan fungsinya seperti masjid dalam arti rumah difungsikan juga sebagai tempat untuk mengokohkan hubungan dengan Allah Swt dan sesama anggota keluarga sehingga bisa dihindari sikap individual antar sesama anggota keluarga.

Disamping itu rumah juga harus difungsikan seperti madrasah yang anggota keluarganya harus memperoleh ilmu dan pembinaan karakter sehingga suami dan isteri diharapkan berfungsi seperti guru bagi anak-anaknya yang memberikan ilmu dan keteladanan yang baik.

Yang juga penting dalam kehidupan sekarang dan masa mendatang adalah memfungsikan keluarga seperti benteng pertahanan yang memberikan kekuatan pertahanan aqidah dan kepribadian dalam menghadapi godaan-godaan kehidupan yang semakin banyak menjerumuskan manusia ke lembah kehidupan yang bernilai maksiat dalam pandangan Allah dan rasul-Nya.

Mewujudkan rumah tangga yang Islami merupakan sesuatu yang tidak mudah, banyak sekali kendala, baik internal maupun eksternal yang harus dihadapi. Namun harus diingat bahwa kendala yang besar dan banyak itu bukan berarti mewujudkan rumah tangga yang Islam tidak bisa, setiap kita harus yakin akan kemungkinan bisa membentuk rumah tangga yang Islami, kalau kita sudah yakin, maka kita dituntut membuktikan keyakinan itu dengan kesungguhan. Hal ini karena melaksanakan ajaran Islam memang sangat dituntut kesungguhan yang sangat.

Akhirnya untuk meraih kehidupan rumah tangga yang bahagia, ada baiknya kita telaah hadits Rasul saw berikut ini:

Empat perkara yang merupakan dari kebahagian seseorang, yaitu: mempunyai isteri yang shalehah, mempunyai anak yang berbakti, mempunyai teman yang shaleh dan mencari rizki di negerinya sendiri (HR. Dailami dari Ali ra)

Kata mutiara

Kata mutiara Kahlil Gibran bertajuk tentang cinta

Cinta tidak menyedari kedalamannya dan terasa pada saat perpisahan pun tiba. Dan saat tangan laki-laki menyentuh tangan seorang perempuan mereka berdua telah menyentuh hati keabadian.


Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia kerana cinta itu membangkitkan semangat- hukum-hukum kemanusiaan dan gejala alami pun tak mampu mengubah perjalanannya.

Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang


Jangan kau kira cinta datang dari keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. Cinta adalah kesesuaian jiwa dan jika itu tak pernah ada, cinta tak akan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad.

Cinta berlalu di depan kita, terbalut dalam kerendahan hati; tetapi kita lari daripadanya dalam ketakutan, atau bersembunyi di dalam kegelapan; atau yang lain mengejarnya, untuk berbuat jahat atas namanya.


Setiap lelaki mencintai dua orang perempuan, yang pertama adalah imaginasinya dan yang kedua adalah yang belum dilahirkan.

Selengkapnya tentang -> kata mutiara kahlil Gibran <-

Kata Mutiara




Kita tidak akan pernah tahu, sebelum kita melakukannya. Ingatlah satu hal, usaha yang kita lakukan akan sebanding dengan hasilnya.


Jangan cuma berandai-andai atau membayangkan sesuatu, lakukanlah, mungkin apa yang kamu lakukan itu akan berakhir bahagia.

Berusahalah sekuat yang kamu bisa, yakinlah, Tuhan tidak akan berdiam diri.


Jangan menyerah atas hal yg kamu anggap benar meskipun terlihat mustahil. Selama ada kemauan, Tuhan kan berikan jalan.

Bersyukur dan ikhlas menerima apa yang di berikan Tuhan kepada kita, Niscaya hikmahNya tidak akan berhenti mengalir.


Cinta sejati tak datang begitu saja. Banyak proses yg harus dilalui bersama, menderita, menangis, dan tertawa bersama.

Terkadang apa yang kita fikirkan tidak sejalan dengan apa yang kita lalukan.


Belajarlah jujur pada diri sendiri, lakukan apa kata hati, sehingga kamu tidak perlu lagi menyembunyikan apapun dalan hidupmu

Betapa indahnya jika setiap detik yang kita habiskan, menjadi berarti bagi orang lain dan diri sendiri.


Jangan takut mencoba, kesalahan adalah guru terbaik jika kamu jujur mengakuinya dan mau belajar darinya.

Hidup penuh maaf adalah jalan bagi kelapangan dan kedamaian jiwa.


Tersenyumlah dalam mengawali hari, karena itu menandakan bahwa kamu siap menghadapi hari dengan penuh semangat!

Sesulit apapun masalah yang kita hadapi, ia harus diselesaikan, bukan dihindari.


Tegas akan diri sendiri, buang pikiran negatif dan lakukan yang baik. Kegelisahan hanya milik mereka yang putus asa.

Ketika kamu berharap yang terbaik tapi kamu hanya mendapat yg biasa, bersyukurlah kamu bukan yg terburuk.


Hal yang paling sulit adalah mengalahkan diri sendiri, Tapi itu bisa kamu mulai dengan memaafkan diri sendiri.

Sahabat adalah seseorang yg selalu membuat hatimu bahagia. Sahabat selalu membuat hidup jauh lebih menyenangkan.


Terkadang, yang diinginkan sebenarnya tidak dibutuhkan, sedangkan yang dibutuhkan tidak bisa dimiliki. Tapi Tuhan, tahu apa yang terbaik.

Maafkan diri sendiri. Jangan menyesali kesalahan. Maaf itu mengobati hati dan mendamaikan diri.


Jangan pernah iri dengan apa yg orang lain miliki, Setiap orang punya masalahnya sendiri, bersyukurlah untuk hidup ini.

Jangan membandingkan dirimu dengan orang lain. Iri hati hanya membuat jiwamu gelisah. Jadilah diri sendiri.


Setiap perbuatan yang membahagiakan sesama adalah suatu sikap yang mencerminkan pribadi yang mulia.

Sahabat bukan tentang siapa yg telah lama kamu kenal, tapi tentang siapa yg menghampiri hidupmu dan tak pernah meninggalkanmu.


Jangan pernah merasa dirimu tak cukup baik, karena bagi seseorang, kamu adalah yang terbaik.

Mungkin kamm tidak menyadarinya, tapi hal paling kecil yang kamu lakukan dapat membawa dampak sangat besar bagi orang lain.


Masalah tidak akan menjadi rumit jika kamu bisa menyikapinya dengan sabar dan dengan kelapangan hati.

Bangkitlah dari kesedihan, karena kesedihan adalah proses yang harus dilalui untuk menuju kebahagiaan.


Dari hal-hal baik, belajarlah untuk mengucap syukur. Dari hal-hal buruk, belajarlah untuk menjadi kuat.

Jika ada Kata Kata Mutiara yang lain, akan segera di tambahkan.


Baca Juga : Kata Bijak Kahlil Gibran

Citi-Ciri Wanita Shalihah


 
Tidak banyak syarat yang dikenakan oleh Islam untuk seseorang wanita untuk menerima gelar solehah, dan seterusnya menerima pahala syurga yang penuh kenikmatan dari Allah swt. Mereka hanya perlu memenuhi 2 syarat saja yaitu :

Taat kepada Allah dan RasulNya

Taat kepada suami

Perincian dari dua syarat di atas adalah sebagai berikut :

Taat kepada Allah dan RasulNya
Bagaimana yang dikatakan taat kepada Allah swt?

Mencintai Allah swt dan Rasulullah saw melebihi dari segala-galanya.

Wajib menutup aurat

Tidak berhias dan berperangai seperti wanita jahiliah

Tidak bermusafir atau bersama dengan lelaki dewasa kecuali ada bersamanya mahramnya.

Sering membantu lelaki dalam perkara kebenaran, kebajikan dan taqwa

Berbuat baik kepada ibu & bapa

Sentiasa bersedekah baik dalam keadaan susah ataupun senang

Tidak berkhalwat dengan lelaki dewasa

Bersikap baik terhadap tetangga

Taat kepada suami

Memelihara kewajiban terhadap suami

Sentiasa menyenangkan suami

Menjaga kehormatan diri dan harta suaminya selama suami tiada di rumah.

Tidak cemberut di hadapan suami.

Tidak menolak ajakan suami untuk tidur

Tidak keluar tanpa izin suami.

Tidak meninggikan suara melebihi suara suami

Tidak membantah suaminya dalam kebenaran

Tidak menerima tamu yang dibenci suaminya.

Sentiasa memelihara diri, kebersihan fisik dan kecantikannya serta kebersihan rumahtangga.

Faktor Yang Merendahkan Martabat Wanita

Sebenarnya puncak rendahnya martabat wanita adalah datang dari faktor dalam. Bukanlah faktor luar atau yang berbentuk material sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh para pejuang hak-hak palsu wanita.

Faktor-faktor tersebut ialah :

1. Lupa mengingat Allah
Karena terlalu sibuk dengan tugas dan kegiatan luar atau memelihara anak-anak, maka tidak heran jika banyak wanita yang tidak menyadari bahwa dirinya telah lalai dari mengingat Allah.
Dan saat kelalaian ini pada hakikatnya merupakan saat yang paling berbahaya bagi diri mereka, di mana syetan akan mengarahkan hawa nafsu agar memainkan peranannya. Firman Allah swt di dalam surah al-Jathiah, ayat 23: artinya:
"Maka sudahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya. Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya."
Sabda Rasulullah saw: artinya:
"Tidak sempurna iman seseorang dari kamu, sehingga dia merasa cenderung kepada apa yang telah aku sampaikan." (Riwayat Tarmizi)
Mengingati Allah swt bukan saja dengan berzikir, tetapi termasuklah menghadiri majlis-majlis ilmu.

2. Mudah tertipu dengan keindahan dunia
Keindahan dunia dan kemewahannya memang banyak menjebak wanita ke perangkapnya. Bukan itu saja, malahan syetan dengan mudah memperalatkannya untuk menarik kaum lelaki agar sama-sama bergelimang dengan dosa dan noda. Tidak sedikit yang sanggup durhaka kepada Allah swt hanya kerana kenikmatan dunia yang terlalu sedikit. Firman Allah swt di dalam surah al-An'am: artinya :
"Dan tidaklah penghidupan dunia ini melainkan permainan dan kelalaian dan sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, oleh karena itu tidakkah kamu berfikir."

3. Mudah terpedaya dengan syahwat

4. Lemah iman

5. Bersikap suka menunjuk-nunjuk.

Ad-dunya mata' , khoirul mata' al mar'atus sholich
Dunia adalah perhiasan, perhiasan dunia yang baik adalah Wanita sholichah.